BUDAYA BACA PUSTAKAWAN
Oleh
Fahrizandi,S. Ag, S.S dan Suhandi, A. Ma. Pust.
A. Pendahuluan
Informasi dalam kehidupan manusia semakin dirasakan
sebagai kebutuhan yang sangat penting, hal ini sesuai dengan sifat manusia yang
selalu ingin mengetahi hal-hal baru guna meningkatkan taraf kehidupannya. Dalam
hal ini dapat diartikan siapa yang menguasai informasi hari ini,maka ia akan
menguasai hari esok. Pernyataan ini, menunjukkan betapa pentingnya infrmasi
dalam kehidupan manusia.
Mencari informasi itu, banyak cara diantaranya dengan
membaca. Membaca merupakan kegiatan untuk mencari informasi yang kita butuhkan
melalui media cetak. Minat baca dikalangan masyarakat sudah kerap kali
terlontar dengan problem klasik di negeri ini, hanya segelintir baik untuk anak-anak,
remaja maunpun orang dewasa dari desa sampai ke kota-kota besar yang
benar-benar hobi untuk membaca.
Jika ditelusuri persoalan ini rendahnya minat baca
dikalangan masyarakat kita kadang bermula karena factor finansial seperti
mahalnya harga buku di pasaran. Selama ini diketahui bahwa buku memberikan arti
dan faedah yang sangat penting bagi manusia, tidak hanya setiap diri orang, melainkan
juga berdampak terhadap aplikasi desain prospek kehidupan di masa akan datang.
Namun jika mahalnya harga buku di pasaran sehingga
tidak mampu membel buku sebagai factor rendahnya minat baca, mungkin tidak
berlaku bagi pustakawan. Karena pustakawan bekerja “dilumbung infromasi”. Pustakawan
yang bekerja di perpustakaan selalu bersentuhan dengan buku, pertanyaan apakah buku
(infroamasi) telah dimanfaatkan secara maksimal.
Kenyataan di lapangan, minat baca pustakawan masih
rendah. Bagaimana mungkin pustakawan yang setiap hari beradapan dengan buku
(informasi) tidak tertarik untuk membaca. Hasil dari dua penelitian Saleh, dkk
(1995 Dan 1997) mendapatkan kesimpulan yang kosisten bahwa minat dan kebiasaan
membaca masyarakat Indonesia
belum tinggi dan cenderung rendah (Abdul Rahman Saleh).
Sebenarnya, dari namanya saja profesi pustakawan
selalu berurusan dengan buku (informasi) jika pustakawan yang selalu berada di
tengah-tengah informasi tidak memiliki informasi, maka hal itu dapat
diibaratkan dengan semut yang mati di tengah-tengah tumpukan gula. Karena itu
harus ada upaya dari pusakawan untuk menumbuhkan minat baca.
B. Permasalahan
Berapa banyak orang mengembangkan minat membaca dan
banyak pula yang tidak mengembangkan minat itu. Perkembangan minat baca tidak
hanya ditentukan oleh keinginan dan sikapnya terhadap bahan-bahan bacaan,
banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun eksternal.
Selain itu juga banyak yang mendukung dan menghambat perkembangannya, oleh itu
factor pendukung perlu diperkuat sehingga dapat lebih membantu merangsang
pembinaan minat baca.
Secara umum permasalahan ini adalah bagaimana budaya
baca pustakawan? Secara khusus dapat dirumuskan :
1.
Bagaimana kegiatan pustakawan di perpustakaan ?
2.
Bagaiamana teknik membaca yang efektif fan efisien?
3.
Apa saja yang mempengaruhi rendahnya budaya baca?
C. Pembahasan Masalah
1. Pengertian
Membaca, dalam Oxford
leaner’s pocket dictionary (2000, 356-357):
read (verb) adalah look at and understand something written or printed,
sedangkan reading (noun) adalah act of reading something.
Pustakawan, librarian(English): person in charge of a
library (Oxford
leaner’s pocket dictionary 2000, 247).
Pustakawan adalah orang yang memberikan dan
melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam usaha pemberian layanan kepada
masyarakat sesuai dengan misi yang
diemban oleh badan induknya berdasarkan ilmu perpustakaan , dokmentasi, dan
informasi yang diperolehnya melalui
pendidikan. (Sulistyo Basuki, 1993 : 8).
2. Bagaimana kegiatan pustakawan di perpustakaan
?
Pengalaman sejauh ini memperlihatkan, bahwa sebagian besar
atau hampir semua tenaga pustakawan di Indonesia, yaitu 2.636 orang (92.5 %)
merupakan pustakawan pekerja, yaitu kelompok “ prajurit” atau tawon-tawon
tenaga fungsional psakawan. Sudah saatnya, komunitas kepustakawanan Indonesia
pelu memiliki kolompok pustakawan pemikir dan kelompok pustakawan peneliti
(Hernandono, 2005).
Dari kelompok pustakawan peikir diharapkan dapat
dihasilkan berbagai pemikiran serta tentang kepustakawanan Indonesia. Sedangkan, dari kelompok
peneliti diharapkan menghasilkan produk berupa kajian, kritik dan analisis
kepustakawanan Indonesia.
Lebih lanjut diungkapkan frofil pusskawan dindonesia,
sebagai berikut :
a.
Pustakawan mengidap gejala “sindrom autis, yaitu
kecenderungan seseorang yang sibuk dengan dunianya sendiri dan tida suka bila
ada orang lain mengganggu, hubungan dengan profesi lain sangat terbatas.
b.
Sebagian pustakawan Indonesia masih lemah di dalam
penguasaan bahasa asing dan teknologi informasi (TI). Berbagi situs jaringan
informasi sebagai sala satu wadah komunikasi maya atau virtual, belum
dimanfaatkan secara maksimal.
Zulfikar Zen menggambarkan dalam kegiatan teknologi informasi, 3 (tiga)
profesi sebagai pemain, yaitu : a) pakar
computer, b) pakar kamunikasi, c) pakar ilmu perpustakaan dan informasi. Pakar
computer sangar piawai dalam hal perangkat lunak dan keras, pakar komunikasi
lebih pada sarana komunikasi dan penyampaiannya, sedangkan pustakawan memiliki
keahlian dalam hal informasi atau
kandungan isinya. Meihat tantangan sekaligus peluang menuntut profesi sebagai
pekerja informasi untuk sealau melakukan pembinaan. Tanpa megikuti perkembangan,
profesi pustakawan akan ketinggalan dan akan ditinggalkan.
c.
Pada umumnya, pustakawan tidak banyak menulis. Menulis
merupakan salah satu keterampilan berkomunikasi. Tentu saja menulis yang baik
didukung oleh banyaknya informasi yang diperoleh. Untuk memperole informasi
harus bana membaca. Sementara budaya baca pustakawan masih relative rendah
banyak factor yang mempengaruhi, diantaranya kurang minat baca, sibuk dengan
rutinitas kegiatan perpustakaan dan kegiatan diluar perpustakaan
Secara umum kegitan pustakawan hanya rutinitas sekitar
klasifikasi, katalogisasi, dan pelayanan tanpa banyak melakukan kreativitas dan
inovasi yang signifikan.
3. Bagaimana teknik membaca yang efektif fan
efisien?
Untuk memasuki dunia buku, perlu mengubah paradigma dalam
memandang buku. Buku sama saja dengan makanan, yaitu makanan ruhani dan
layaknya makanan kesukaan, beberapa hal yang hars dilakukan terhadap buku :
a.
Agar membaca buku tidak mengantuk, pilihlah buku-buku
yang memang disukai
b.
Kenali siap pengarang
buku tersebut atau mintalah kepada orang lain yang telah untuk
menunjukan hal-hal yang menarik utk dibaca
c.
Bacalah sedikit demi sedikit, cari alaman yang menarik
dan bermanfaat.
Lebih lanjut, Kegiatan membaca sebenarnya telah
dilakukan jauh sejak mulai menempuh pendidikan formal. Diawali dengan
pengenalan huruf selanjut memahami kalimat per kalimat. Kemampuan membaca harus
melibatkan semua aspek panca indera sehingga bacaan dapat diserap secara maksimal.
Beda orang beda teknik cara membaca. Setiap teknik
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Dalam Tulisan ini, ditawarkan salah satu teknik
membaca yang dapat diterapkan yaitu dengan menggunakan SAVI approach (pendekatan SAVI).
SAVI adalah akronim dari Somatis (bersifat raga),
Auditori (bersifat suara), Visual (bersifat gambar), dan Intelektual (bersifat
merenungkan), apibila sebuah pembelajaran dapat melibatkan seluruh unsure ini,
pembelajaran akan berlangsung efektif sekaligus atraktif. Dave Meier (Hernowo,
2003 : 91-93).
Pertama, Membaca secara somatic.
Berarti saat membaca, perlu melibatkan fisik. Membaca yang efektif apabila
posisi tubuh dalam keadaan relaks, tidak tegang. Apabila selama membaca
mengalami kejenuhan, cobalah menghentikan proses pembacaan sejenak dan
gerakanlah seluruh tubuh kita.
Kedua. Membaca secara auditori.
Kadang-kadang saat membaca ditemukan beberapa kalimat yang sulit sekali dicerna
atau menemukan kalimat menarik tetapi sulit berkonsentrasi untuk memahaminya.
Cobalah kalimat tersebut dibaca secara keras sehingga telinga lahir dapat
mendengarnya dengan jelas.
Ketiga. Membaca secara visual.
Proses membayangkan ini, jelas akan mengefektifkan pembacaan buku. Saat membaca
atau berhenti sejenak menggambarkan sendiri apa yang diuraikan oleh sang
pengarang di benak kita agar pemahaman lebih efektif.
Keempat. Membaca secara intelektual
menunjukkan apa yang dilakukan oleh pembelajar dalam pikirannya secara internal
mereka mengunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan meciptakan
hubungan, makna, arti, dan nilai pengalaman tersebut.
Selanjutnya, Hernowo menjelaskan manfaat membaca buku
diantaranya mampu menumbuhkan saraf-saraf di kepala. Aktivitas membaca buku
menggabungkan banyak aktivitas penting lain.
Pertama, perlu memusatkan perhatian agar teks yang dibacA dapat
memberikan manfaat
Kedua, apabila menemukan hal-hal menarik dari sebuah buku dapat diberikan
tanda atau catatan
Ketiga, sebuah kalimat yang menarik akan membuat saraf-saraf di otak
bekerja secara efektif. Tiba-tiba saraf-saraf itu berhubungan dan dapat
menemukan sesuatu yang baru. Bahkan, seorang peneliti dari Henry Ford Health
System, bernama Dr. C. Edward Coffey, membuktikan bahwa hanya dengan membaca
buk, seseorang akan terhindar dari penyakit demensia (penyakit yang merusak
jaringan otak)
Adapa tujuan membaca diantaranya:
Membaca adalah memperoleh pegertian dari kata-kata
yang di tulis orang lain dan merupakan dasar dari pendidkan awal.Seseorang tampa latar belakang
dapat membaca sangat menghambat baik dalam pendidikan, pencapaian cita-cita
maupun sosialisasinya di masyarakat. Akibatnya seseorang yang tidak dapat
membaca sangat tidak menyenangkan.(Y.Sofyan,1991).
Membaca merupakan sarana untuk bagi diri sendiri dan
untuk rekreasi,disamping itu membaca juga merupakan sarana untuk mengusir
kesepian,jendela bagi kahidupan dan pelita yang tak pernah padam. Dalam
memahami sesuatu.dengan membaca kita dapat mengatahui sesuatu yang telah
terjadi baik masa lalu,masa kini dan masa yang akan datang.(Dayang Nellie
1996).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca
Meskipun budaya baca ini banyak dilontarkan dengan
berbagai macam program, pandangan dan kajian serta penelitian dalam bentuk
tulisan-tulisan dari pemerhati para ahli,disini juga dicoba cara pemasyarakatan
budaya baca melalui pendekatan yang lebih dini dan terpadu baik dilakukan oleh
orang tua, pusakawan maupun masyarakat.
Apabila membaca belum merupakan suatu kebiasaan dan
minat baca belum membudaya, mungkin dapat dimaklumi, seperti dikemukakan oleh
Jane E. Campbell disebabkan oleh :
a.
Bercerita merupakan budaya yang sangat berkembang biak
di Indonesia
b.
Acara yang
ditayangkan televisi lebih diminati oleh masyarakat di segala lapisan daripada
membaca
c.
Koleksi diperpustakaan kurang sesuai dengan minat dan
kebutuhan masyarakat
d.
Lokasi dan faslitas yang memadai perlu diperhatikan
(Dinamika Informasi dalam Era global, 1998 : 297)
D.
Penutup
Budaya baca hendaknya harus ditumbuhkan bagi setiap
lapisan masyarakat lebih khusus kepada pustakawan yang selalu berinteraksi
dengan buku (informasi). Sebelum pengguna perpustakaan cerdas alangkah baiknya
pustakawan sudah cerdas lebih dahulu sehingga pengalaman dan intelektualnya
dapat ditransfer kepada orang lain. Artinya pustakawan hendaknya menjadi pilot
dalam mendorong minat baca masyarakat.
Daftar Pustaka
Dinamika
Informasi dalam Era global, 1998, Bandung
: Remaja Rosdakaya
|
Hernandono,
2005. Meretas kebuntuan kepstakawan Indonesia dilihat dari sisi
sumber daya Tenaga perpustakaan. Makalah Orasi ilmiah dan pengukuhan
Pustakawan Utama.
|
Hernowo,
(2003), Andai Buku itu sepotong pizza, Bandung
: Kaifa.
|
|
Saleh,
Abdul Rahman, Mendorong penerbitan Jurnal Bidang Perpustakaan di Indonesia,
Makalah .( http://bpib-art.blogspot.com/
tangal 7/27/2007 8.80 pm)
|
Sulistyo
basuki, (1993). Pengantar Ilu Perpustakaan, Jakarta : Gramedia
|
Zen,
Zulfikar, Profesi Pustakawan, Makalah. 2007
|